Jumat, 29 Juli 2011

HUKUM ORAL SEKS

Oral seks –secara umum–  adalah aktivitas pemuasan seks pasangan dengan menggunakan mulut sebagai medianya.  Bagian yang dicumbu pada diri pasangan dengan mulut tak hanya  kemaluan saja. Sebab, aktivitas seseorang dalam berhubungan intim yang menciumi berbagai bagian tubuh pasangannya, seperti tangan, kaki, paha, perut, hingga payudara, kesemuanya disebut oral seks. Sementara, oral seks khusus pada bagian kemaluan, memiliki istilah tersendiri.
1. Kunilingus – rangsangan suami pada bagian genital istri dengan mulut dan lidah.
2. Felasio – rangsangan istri pada kemaluan suami dengan mulut dan lidah.
Itu artinya, bila seseorang menyimpulkan sebuah keputusan hukum tentang oral seks, sementara hukumnya hanya berlaku bagi salah satu jenis oral seks, maka jelas itu adalah kesimpulan hukum yang nyasar dari realitas.  Artinya, meski fatwa itu benar, namun ia sesungguhnya bukan fatwa tentang oral seks. Hanya berlaku untuk  satu jenis oral seks. Di luar soal benar atau tidaknya fatwa tersebut, sudah lebih dahulu harus dikategorikan dalam fatwa-fatwa spesifik, atas jenis oral seks yang spesifik.
Demi kejelasan soal hukum, saya perlu menegaskan, bahwa semua pertanyaan kepada beberapa ulama yang melahirkan jawaban haramnya oral seks hanya memuat makna sebagai berikut: Apa hukum –maaf–  memasukan kemaluan ke dalam mulut istri –dan hal sejenis dari suami terhadap istrinya – di dalam berhubungan seks?
Bila pertanyaannya demikian, tentu saja jawabannya satu: Haram. Karena pada kemaluan pria nyaris dapat dipastikan melekat madzi atau minimal mani. Madzi sudah jelas kenajisannya dan itu hal mufakat di kalangan para ulama, sementara mani, meski tidak najis, namun  kotor dan Nabi –shollallohu ‘alaihi wa sallam– selalu membersihkan sisa mani yang melekat di baju beliau, maka bagaimana mungkin dibiarkan menodai mulut? Apalagi disertai madzi yang najis dan haram?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar